Pages

Welcome to my blog

Welcome to my blog

"If you want to change your life you need to change how you think and change what you do"

Welcome to my blog

Di sini tempatnya moms, new moms, atau moms wanna be berbagi cerita

Friday, April 13, 2012

Peran Ayah dalam Tumbuh Kembang Anak

Sejak dinyatakan positif hamil, disitulah peran sebagai seorang ibu dimulai. Mengandung selama 9 bulan, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak. Anak perempuan bisa belajar berbagai hal mengenai kewanitaan pada ibunya. Anak laki-laki bisa belajar tentang kelembutan dari ibunya. Peran ibu besar dan banyak ya. Lalu bagaimana dengan peran ayah? Kadang-kadang para ayah suka agak acuh nih kalau masalah anak. Banyak yang berpikir peran pengasuhan anak adalah tugas ibu. Ayah ya berperan sebagai kepala keluarga yang bertugas untuk mencari nafkah.

Helooo...para ayah, hilangkan pemikiran seperti itu ya. Ayah juga berperan penting lho dalam pengasuhan anak. Ingat juga, zaman sudah berubah, ibu pun sekarang banyak yang membantu mencari nafkah untuk keluarga kan. Jadi, peran ayah sama besar dan pentingnya lho dengan ibu dalam pengasuhan anak.

Menurut salah satu artikel yang dimuat dalam beritasatu.com manfaat dari peran ayah sejak dini bisa berdampak hingga si anak dewasa. Menurut Kyle D Pruett MD, profesor klinis dan pengarang buku Fatherneed: Why Father Care Is as Essential as Mother Care for Your Child, ayah yang ikut terlibat dalam pengasuhan anak, punya peran sangat besar bagi anaknya.

 

Ditambahkan Pruett, keterlibatan ayah yang mendalam pada perkembangan anak, hingga cukup tahu banyak mengenai kepribadian si anak, akan memberikan banyak manfaat dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa keuntungan dari sisi sikap anak antara lain:

* Cenderung jauh dari masalah hukum
* Cenderung ingin menyelesaikan sekolah
* Lebih baik dalam menjaga diri dalam hal seksualitas
* Cenderung tidak menggunakan tindakan agresif sebagai pemecah masalah

Manfaat dalam hal stabilitas sikap adalah hal yang cukup jelas. Ada pula manfaat dalam performa anak di sekolah, yakni:

* Lebih baik dalam kompetensi verbal dan cepat membaca
* Baik dalam pelajaran matematika, khususnya perempuan
* Nilai akademis rata-rata yang bagus

Selain itu, kata Pruett, terlihat pula pada anak-anak yang mendapat perhatian penuh dari ayahnya, sikap yang baik dalam memecahkan masalah, toleransi stres yang tinggi, tak membedakan perlakuan gender, empati tinggi, dan sensitivitas pertemanan yang baik.

Jadi, ayah....jangan habiskan seluruh energi dan pikiran di tempat kerja sehingga waktu tiba di rumah hanya memberikan ”sisa-sisa” energi dan duduk menonton TV. Peluk anak ayah, dengarkan cerita mereka, ajak bermain bersama, ajarkan kebenaran & moral. Ayah tidak akan menyesal karena anak ayah akan hidup sesuai jalan yang ayah ajarkan dan persiapkan.



Ayah yang sukses bukanlah pria paling kaya atau paling tinggi jabatannya di perusahaan atau lembaga pemerintahan, tetapi seorang pria yang anak lakinya berkata:

"Aku mau menjadi seperti ayahku nanti"

atau anak perempuannya berkata:

"Aku mau punya seorang suami yang seperti ayahku" (sumber: www.salmanmedia.com)

Sebagai ibu, rasanya terharu dan bangga membaca kalimat di atas. Apalagi kalau mendengar kalimat itu terucap lansgung, bukan hanya ibu, tapi ayah pasti lebih bangga. Can't hardly wait to hear that.

Jadi, mulai sekarang terlibat langsung yuk dalam pengasuhan anak bersama dengan ibu  \(^_^)/ . Bersama kita optimalkan sejak dini pertumbuhan dan perkembangan anak kita.

Thursday, April 12, 2012

Ibu Rumah Tangga atau Ibu Bekerja?

Dulu sebelum menikah terlintas pikiran untuk menjadi wanita karir seutuhnya, tak pernah terlintas untuk menjadi ibu rumah tangga. Tapi, setelah menikah, mengandung, dan melahirkan anak, apa yang pernah terlintas di pikiran berbalik 180 derajat. Mungkin karena peran dan tanggung jawab sebagai wanita yang berubah dan bertambah kali ya, dari wanita single menjadi seorang istri, sekarang bertambah menjadi seorang ibu. Naluri keibuan untuk mengurus suami, mengasuh dan mendampingi anak, mengurus rumah tangga semakin bertambah kuat setiap harinya.

Menjadi ibu rumah tangga seutuhnya buat saya masih sebatas keinginan saja. Sampai saat ini terjebak dilema karena saya menjalankan peran sebagai ibu bekerja yang berangkat pagi pulang malam. Hampir setiap hari terjebak dalam kemacetan kota Jakarta. Ingin rasanya menjadi ibu rumah tangga, sepertinya menjadi wanita yang sempurna.


Namun, menurut survey kecil-kecilan yang saya lakukan, ternyata menjadi ibu rumah tangga tidak seperti yang saya bayangkan. Ada ibu rumah tangga yang malah ingin kembali bekerja karena satu dan lain hal. Menurut survey saya nih ibu rumah tangga katanya lebih stres dibandingkan ibu bekerja. Gak tau juga sih, karena saya belum mengalami.

Menurut sumber Kompas.com sebuah studi baru mengungkapkan fakta bahwa ibu yang selalu ada di rumah ternyata memiliki kecenderungan mengalami depresi dan memiliki kesehatan yang buruk dibanding ibu bekerja. 

Para peneliti dari University of North Carolina menganalisis 1.364  ibu yang baru melahirkan, dan mengikuti perkembangan dalam keluarga tersebut dalam waktu 10 tahun terakhir. Penemuan ini dipublikasikan dalam Journal of Family Psychology yang diterbitkan oleh American Psychological Association.

"Ada perbedaan yang signifikan dalam kesejahteraan ibu, misalnya konflik antara pekerjaan dan keluarga atau orangtua, ataupun perbandingan antara pekerja paruh waktu atau penuh waktu, dibandingkan dengan perempuan tak bekerja," ungkap Cheryl Buehler, pemimpin penelitian dari University of North Carolina. 

Dalam kasus kesejahteraan, ibu bekerja memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik secara keseluruhan, dan gejala depresi yang lebih rendah dibanding ibu rumah tangga. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara ibu yang bekerja paruh waktu dan penuh waktu dalam segi kesehatan dan tingkat depresi. Ibu bekerja juga memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam hal pendidikan anak. Dengan meninggalkan anak selama bekerja, mereka memberikan kesempatan anak-anak untuk belajar lebih mandiri. Hal ini tidak ditemui pada ibu yang tinggal di rumah saja.

Ibu yang pergi bekerja mengharuskan dirinya terpisah sejenak dengan anak di rumah, tetapi kondisi ini kadang-kadang justru membuat hubungan batin ibu dan anak menjadi lebih kuat. Rasa rindu yang dirasakan ibu dan anak akan membuat keduanya memiliki waktu berkualitas ketika sedang bersama. Dengan bekerja, ibu menjadi memiliki sedikit waktu refreshing sejenak dari kegiatannya mengurus anak, dan melakukan kegiatan lain yang tidak monoton sehingga mereka akan merasa lebih bahagia.

Saya, sebagai ibu bekerja, hampir tiap hari mengalami stres karena harus bergulat dengan macetnya Jakarta setiap berangkat dan pulang. 2-3 jam saya habiskan di jalan (total 4-6 jam pergi-pulang). Sampai kantor kesal, sampai rumah kesal karena cape di jalan. Kalau ternyata menjadi ibu rumah tangga jauh lebih stres dibanding ibu bekerja, mungkin stresnya 2 kali lipat ya Saya belum menjadi ibu rumah tangga, jadi belum terbayangkan gimana tingkat stres yang dialami.

Mungkin jalan terbaiknya menjadi ibu yang bekerja dari rumah kali ya. Suami keurus, anak keurus, dan pastinya rumah keurus dan kerjanya tidak perlu bergulat dengan kemacetan kota Jakarta. *mengkhayal..com* What a perfect dream!

Mungkin ada di antara para mommies yang lagi dilema juga seperti saya, atau ada yang sudah pernah mengalami jadi ibu bekerja kemudian jadi ibu rumah tangga, atau sebaliknya. Yuks moms, berbagi cerita. Siapa tau bisa memberikan pencerahan untuk saya atau para mommies yang masih dilanda dilema yang luar biasa ini.